Selasa, 30 Desember 2008

Jangan Anggap Enteng Flu Burung


RATUSAN ayam warga Desa Pare, Kecamatan Selogiri dilaporkan mati karena diduga terserang flu burung (Solo Metro 30 Desember 2008 halaman D). Awalnya, warga menduga piaraan mereka kena tetelo atau Newcastle Desease (ND).
Dinas Kehewanan, Peternakan, Perikanan, dan Kelautan segera turun tangan. Antara lain melakukan rapid test terhadap bangkai ayam untuk memastikan positif terjangkit virus H5NI.
Camat pun segera menyosialisasikan langkah-langkah antisipasi agar flu burung tidak menyebar. Misalnya warga diminta mengandangkan unggas peliharaannya serta menjaga kebersihan kandang.
Semua sudah benar. Cuma, saya ingat beberapa waktu lalu di televisi seorang pedagang ayam mejeng untuk menunjukkan bahwa ia menganggap enteng flu burung. Ia ciumi ayam itu sembari bilang: bertahun-tahun saya begini, nggak kena !
Jangan sekali-kali anggap enteng. Antisipasi flu burung sebenarnya tidak susah. Asal tata cara memelihara ternak unggas yang benar dipenuhi, tidak ada persoalan. Sekali kita anggap enteng, siap-siap saja virus mematikan itu menyerang !

Jumat, 05 Desember 2008

Rekor, untuk Apa ?

Akhir November lalu dalam salah satu media cetak diberitakan Wonogiri menciptakan rekor dunia menanam pohon dengan sekian juta pohon. Pertanyaan saya adalah kenapa rekornya lebih ditonjolkan ketimbang, misalnya, upaya bagaimana kelanjutan penghijauan yang melibatkan seluruh unsur masyarakat itu.
Saya khawatir, jutaan pohon yang ''mencatat rekor'' itu akhirnya sebagian besar akan mati kalau tidak disertai langkah-langkah berkelanjutan, yakni merawat dan memelihara pohon-pohon tersebut agar mencapai nilai kemanfaatannya secara optimal. Biasanya program yang kental pendekatan proyeknya hanya akan sia-sia dan terbengkalai.
Semestinya, cara berpikir ala birokrat konvensional yang lebih mementingkan ''penampakan'' ketimbang substansi mulai ditinggalkan. Profesional, profesional, dan profesional: itulah kata sakti yang harus dikedepankan. Apa salahnya birokrat berpikir ala pengusaha ?