Rabu, 14 Januari 2009

Tidak Perlu Kecewa


TAMPAKNYA, rencana membangun kawasan industri di Alas Kethu bekerja sama dengan investor dari China terancam batal. Hingga kini belum ada kemajuan berarti setelah muncul silang pendapat mengenai pengalihfungsian hutan calon lokasi.
Departemen Kehutanan dikabarkan keberatan Alas Kethu dialihfungsikan. Di sisi lain, calon investor diberitakan telah ''pindah ke lain hati'', yakni ganti melirik Pangkalpinang, Provinsi Bangka Belitung.
Jika pun gagal, tak perlu disesali dan membiarkan kekecewaan berlarut-larut. Bahkan sebaiknya dijadikan pelajaran bagi pihak-pihak yang berkepentingan bahwa merencanakan sesuatu mesti memperhatikan aturan, jangan asal main tabrak dan menerapkan prinsip: pokoke !!
Jangan pula mengecilkan peran Alas Kethu dengan berbagai dalih; yang sudah gundullah, tidak memengaruhi sedimentasi Waduk Gajahmungkur, dsb dsb. Justru sebaliknya, hutan tersebut perlu dirawat, dijaga, serta ditingkatkan kualitasnya agar berfungsi dan bermanfaat.
Masih banyak calon lokasi lain yang lebih layak untuk kawasan industri. Bahkan masih banyak potensi yang bisa ditawarkan kepada para calon investor. Tinggal pemerintah daerah serta pejabat dan instansi terkait lainnya mau proaktif atau tidak.
Promosi sangat diperlukan. Seunggul apapun sebuah potensi, kalau tak diperkenalkan kepada orang lain tentu tidak bakal ada yang tahu. Gali dan gali lagi apa yang bisa ditawarkan, tentu dengan syarat: jangan merusak dan melanggar aturan !

Selasa, 30 Desember 2008

Jangan Anggap Enteng Flu Burung


RATUSAN ayam warga Desa Pare, Kecamatan Selogiri dilaporkan mati karena diduga terserang flu burung (Solo Metro 30 Desember 2008 halaman D). Awalnya, warga menduga piaraan mereka kena tetelo atau Newcastle Desease (ND).
Dinas Kehewanan, Peternakan, Perikanan, dan Kelautan segera turun tangan. Antara lain melakukan rapid test terhadap bangkai ayam untuk memastikan positif terjangkit virus H5NI.
Camat pun segera menyosialisasikan langkah-langkah antisipasi agar flu burung tidak menyebar. Misalnya warga diminta mengandangkan unggas peliharaannya serta menjaga kebersihan kandang.
Semua sudah benar. Cuma, saya ingat beberapa waktu lalu di televisi seorang pedagang ayam mejeng untuk menunjukkan bahwa ia menganggap enteng flu burung. Ia ciumi ayam itu sembari bilang: bertahun-tahun saya begini, nggak kena !
Jangan sekali-kali anggap enteng. Antisipasi flu burung sebenarnya tidak susah. Asal tata cara memelihara ternak unggas yang benar dipenuhi, tidak ada persoalan. Sekali kita anggap enteng, siap-siap saja virus mematikan itu menyerang !

Jumat, 05 Desember 2008

Rekor, untuk Apa ?

Akhir November lalu dalam salah satu media cetak diberitakan Wonogiri menciptakan rekor dunia menanam pohon dengan sekian juta pohon. Pertanyaan saya adalah kenapa rekornya lebih ditonjolkan ketimbang, misalnya, upaya bagaimana kelanjutan penghijauan yang melibatkan seluruh unsur masyarakat itu.
Saya khawatir, jutaan pohon yang ''mencatat rekor'' itu akhirnya sebagian besar akan mati kalau tidak disertai langkah-langkah berkelanjutan, yakni merawat dan memelihara pohon-pohon tersebut agar mencapai nilai kemanfaatannya secara optimal. Biasanya program yang kental pendekatan proyeknya hanya akan sia-sia dan terbengkalai.
Semestinya, cara berpikir ala birokrat konvensional yang lebih mementingkan ''penampakan'' ketimbang substansi mulai ditinggalkan. Profesional, profesional, dan profesional: itulah kata sakti yang harus dikedepankan. Apa salahnya birokrat berpikir ala pengusaha ?

Minggu, 05 Oktober 2008

Apa yang Bisa Kita Sumbangkan ?

Hayo, teman-teman yang masih merasa punya tanah kelahiran bernama Wonogiri, apa kira-kira yang bisa kita sumbangkan ?
Di sana sudah ada Mbak Imah yang jadi Kepala Dinas Pertanian, Mas Patrem, dan banyak lagi lainnya. Apa yang bisa kita titipkan pada mereka untuk sekadar menambah gereget pembangunan di Wonogiri ?
Soalnya, ketika ketemu Lebaran lalu ada rerasan bahwa Kota Gaplek tidak menunjukkan perkembangan berarti. Waduk Gajahmungkur yang diharapkan menjadi magnet pariwisata dan motor penggerak ekonomi ternyata jalan di tempat.
Gunung Gandul yang pernah lama menjadi ikon juga terabaikan. Padahal waktu saya kecil begitu populer dan dikunjungi banyak orang.
Kenapa ? Kenapa semua seperti mandek begitu saja ? Di mana para pemikir dan teknokrat ? Apakah cukup puas menjalankan rutinitas kerja ?
Hayo, teman-teman, apa yang bisa kita lakukan dan kerjakan demi kota yang tetap kita cintai sepenuh hati itu ?

Jumat, 03 Oktober 2008

Akhirnya ........

Rabu malam 1 Oktober sekitar pukul 21.30 akhirnya bisa juga ketemu teman lama meski cuma berempat. Saya, Nasih yang sudah sejak sebelum Lebaran saling kontak, Tahid, dan Suryo.
Kami bertemu di rumah Suryo di Kajen. Wah ya ramai. Sayang tidak ada teman semasa SMP lain yang bisa dijawil untuk ketemu sekadar kangen-kangenan. Ketika ditelepon Susilo yang guru matematika itu ternyata ada di Solo.
Kami berempat pun akhirnya buka-bukaan. Terutama soal teman-teman putri yang menarik hati dan ditaksir. Nama-namanya ? Biar kami saja yang tahu, takut nanti menciptakan suatu ketersinggungan hehehehehe ......
Tahun depan ketemu lagi deh, dengan jumlah yang lebih banyak. Tidak perlu formal. Kan sudah tua-tua walaupun saya rasa semua masih merasa umur di bawah tiga puluhan.

Minggu, 14 September 2008

Teman-temanku, Tiwul Istimewa

Bak mendapat anugerah tak ternilai harganya. Di pertengahan Ramadan dua teman saya semasa SMP dan SMA mengontak lewat e-mail setelah keblasuk ke blog saya. Mas Tahid yang kini berkarya di Lapan dikenal sebagai si Diam Emas. Lalu, Mas Bambang, si Gemulai yang mukim di Bali.
Keduanya adalah salah dua dari sekian banyak teman saya yang telah menjadi ''tiwul'' istimewa dan berdiaspora ke berbagai penjuru. Tentu masih banyak yang terputus komunikasi karena kesibukan masing-masing.
Bagaimana ya kira-kira kalau ''tiwul-tiwul'' itu dipertemukan ? Pasti gayeng dan menorehkan kesan mendalam.
Ada warna-warni baik profesi maupun domisili. Ada romantisme dan nostalgis mengenang saat SMP-SMA yang sering dipenuhi kekonyolan dan kenakalan kreatif.

Kamis, 11 September 2008

Mas Bambang, Temanku di Bali

Surprise, Mas Bambang teman kental sejak SMP mau menengok blog-ku. Sueeneng deh. Rasanya masa-masa SMP dan SMA itu baru kemarin. Padahal sudah 25 tahun lebih, sudah satu generasi.
Sayang, Mas Bambang (Supriyadi)yang kini mukim di Bali (kemungkinan masih bekerja di Matahari, atau sudah pindah ya) tak meninggalkan e-mail atau nomor telepon.
Kalau panjenengan kembali menengok blog ini, dengan sangat hormat mohon memberi alamat yang bisa dihubungi.
Terima kasih.